Bupati Paling Pemberani Melawan Raksasa Pembalak Hutan
Bupati Paling Pemberani Melawan Raksasa Pembalak Hutan
Kalau mencari bupati atau kepala daerah penakut di negeri ini, tidak perlu bersusah payah. Mereka bertebaran seperti rumput liar, banyak, lemas, mudah diinjak, dan akarnya dangkal. Tapi kalau mencari yang berani, yang benar-benar berani, itu lain cerita. Yang seperti itu bisa dihitung dengan jari tangan, bahkan mungkin hanya satu jari, Gus Irawan Pasaribu, Bupati Tapanuli Selatan periode 2025–2030. Ia bukan hanya berani, ia nekat, ia melompat ke tengah lingkaran api sambil menantang raksasa pembalak hutan dengan mata terbuka.
Sementara banyak kepala daerah memilih diam, pura-pura tidak tahu, asyik ngitung fee proyek, atau tiba-tiba sibuk meresmikan taman bunga ketika hutan mereka dibantai, Gus justru melakukan hal yang tidak lazim, bahkan tabu. Ia menyebut nama pelaku pembalakan liar secara telanjang bulat. Tidak lagi sindiran halus, tidak pakai kode-kode, tidak pakai inisial. Langsung, lugas, dan publik pun terhenyak.
Simak narasinya sambil seruput Koptagul, wak! Karena kisah ini bukan kisah pejabat biasa.
Ketika bencana tanda tangan menerjang Garoga dan Batangtoru, kayu-kayu gelondongan raksasa berserakan seperti kerangka dinosaurus yang dibiarkan membusuk. Itulah jejak para perusak hutan yang bertahun-tahun berpesta pora. Hutan digunduli tanpa belas kasihan, sungai jadi jalur pengiriman bencana. Di titik inilah seorang bupati biasanya akan mencari aman. Menyalahkan cuaca. Mengutip ayat. Menggelar doa bersama. Selesai.
Namun Gus Irawan tidak menjual alasan murahan. Tak tahu apakah beliau ada hubungan family dengan Guus Hiddink atau Gus Yahya ini, ups. Ia memilih membongkar mesin kejahatan itu. Ia menyebut satu per satu daftar Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) yang diduga terlibat pembalakan liar: Jalaluddin Pangaribuan dengan 20 hektare di Desa Gunung Binanga, Jont Anson Silitonga 25 hektare di Aek Godang, Muhammad Nur Batubara 15 hektare, Muhammad Agus Irian 21 hektare di Sibadoar Sipirok, Irsan Ramadan Siregar 11 hektare, Hamka Hamid Nasution 20 hektare, Feri Saputra Siregar 20 hektare, David H. Panggabean 19,8 hektare, hingga Anggara Fatur Rahman Ritonga dengan lebih dari 48 hektare di Desa Bulu Mario. Semua ia buka tanpa sensor, seperti dokter yang menunjukkan tumor pada pasien agar negeri ini sadar betapa parah penyakitnya.
Yang membuat publik makin muak adalah kenyataan, daftar PHAT itu tidak pernah sampai ke Pemkab Tapsel. Untuk mendapatkannya saja Gus harus berkirim surat ke Kementerian Kehutanan sampai tiga kali. Dua pertama tak direspons, baru surat ketiga dikasih. Seolah-olah bupati bukan pemimpin daerah, melainkan sekadar pengemis informasi di depan gedung kementerian.
Ia lalu memamerkan fakta paling menyakitkan. Ada PHAT aktif namun dibekukan seperti milik Ramlan Hasri Siahaan (45 hektare) dan Asmadi Ritonga (14 hektare). Ia mengungkap, sistem SIPUHH yang disebut Kemenhut “bukan izin”, sesungguhnya adalah karcis legal untuk menebangi pohon. “Nonton bioskop pun pakai karcis, bukan surat izin,” ucapnya, menampar logika kementerian yang selama ini bermain kata-kata seperti pesulap murahan.
Dirjen PHL Kemenhut, Laksmi Wijayanti, mencoba membantah. Katanya tidak ada izin diberikan pada Oktober 2025. Tapi Gus bukan tipe pejabat yang mundur bila dihardik pusat. Ia menunjukkan, bukan hanya izin itu membingungkan, tetapi aturan kementerian sendiri berputar-putar seperti komedi birokrasi. Kemenhut bilang aktivitas PHAT dilakukan di APL yang merupakan kewenangan daerah. Namun merekalah yang menerbitkan SIPUHH lengkap dengan nama, luas, dan titik koordinat. Kalau itu bukan izin, lalu apa? Surat undangan piknik?
Lebih parah lagi, Gus menemukan, ada korporasi yang menebang pohon di luar titik koordinat, dan dua surat resmi yang ia kirim ke Kemenhut pada Agustus dan September tidak dipedulikan. Bahkan kementerian sempat meminta Pemkab Tapsel merekomendasikan perpanjangan izin untuk tiga PHAT yang sudah mati, yakni Anggara Ritonga, Asmadi Ritonga, dan Ramlan Asri.
Permintaan itu ditolak mentah-mentah. Tidak pakai basa-basi.
Inilah alasan rakyat berdiri di belakang Bupati Tapanuli Selatan. Karena ia bukan bupati yang hanya pintar sepatu mengkilap di podium. Ia pemimpin yang mengguncang meja kekuasaan demi hutan, demi sungai, demi rakyat. Ia berdiri sendirian melawan raksasa pembalak hutan yang rakusnya tak kenal batas.
Di negeri yang letih oleh pejabat penakut, keberanian Gus Irawan Pasaribu adalah nyala api terakhir yang harus kita jaga tetap hidup.
Foto Ai hanya ilustrasi
#camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar


Posting Komentar