Renungan Jumat Tentang Takdir : Tersenyumlah dalam Ujian: Mengapa "Tertipu" Pun Sudah Terukir Indah di Lauhul Mahfudz
Tersenyumlah dalam Ujian: Mengapa "Tertipu" Pun Sudah Terukir Indah di Lauhul Mahfudz
Oleh : Gus Teguh Anantawikrama (Ketua Dewan Syuro PB NU Indonesia/Nahdlatul Ummah Indonesia)
Pernahkah Anda merasa sesak karena dikhianati rekan bisnis, dibohongi orang terdekat, atau terperdaya oleh janji palsu? Rasa perih itu manusiawi. Namun, di balik rasa sakit itu, ada sebuah hakikat besar yang harus kita sadari: Tidak ada satu pun kejadian yang luput dari catatan Allah SWT.
1. Rahasia Besar di Balik Pena yang Telah Kering
Rasulullah SAW bersabda, "Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering." Segala sesuatu yang menimpa kita, baik yang manis maupun yang pahit seperti tertipu, sudah ditetapkan 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.
Ketika kita memahami bahwa penipuan yang kita alami sudah tercatat di Lauhul Mahfudz, kita akan menyadari bahwa:
Pelakunya hanyalah alat: Orang yang menipu Anda hanyalah instrumen ujian yang Allah izinkan terjadi untuk menguji derajat iman Anda.
Bukan karena kecerobohan semata: Meski kita harus waspada, jika Allah sudah menetapkan itu terjadi, maka terjadilah. Ini adalah cara Allah melepaskan ketergantungan kita pada logika manusia.
2. Mengapa Allah Membiarkan Kita Tertipu?
Pesan-pesan Pejuang Tauhid sering mengingatkan kita untuk melepaskan ketergantungan pada makhluk. Seringkali, Allah membiarkan kita "tertipu" oleh manusia agar kita sadar bahwa:
Makhluk adalah tempat yang mengecewakan: Satu-satunya yang tidak pernah menipu adalah Allah.
Pembersihan Dosa: Musibah yang menimpa seorang Muslim, hingga duri yang menusuknya, adalah penggugur dosa.
Loncatan Derajat: Terkadang, jalan menuju kesuksesan yang luar biasa dimulai dari titik nol akibat sebuah kerugian besar.
3. Obat dari Segala Permasalahan Hidup: Ridha
Jika "tertipu" adalah bagian dari skenario agung Allah, maka obatnya bukan sekadar marah atau membalas dendam, melainkan Ridha.
"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya..." (QS. Al-Hadid: 22)
Dengan meyakini bahwa kejadian tersebut sudah ada di Lauhul Mahfudz, hati akan menjadi tenang. Inilah bentuk nyata dari membersihkan diri dari syirik modern—yaitu berhenti menganggap bahwa manusia punya kekuatan mutlak untuk merugikan kita tanpa izin Allah.
Langkah Bangkit dari Penipuan dengan Cahaya Tauhid
Ucapkan Istirja: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un". Akui bahwa segalanya milik Allah, termasuk harta atau kepercayaan yang hilang.
Cari Hikmah di Balik Takdir: Tanyakan pada diri sendiri, "Pelajaran apa yang ingin Allah sampaikan melalui kejadian ini?"
Kembali ke Jalur Tauhid: Gunakan momen ini untuk semakin mendekat kepada Allah, sebagaimana pejuang yang gigih menyuarakan agar umat tidak lagi bergantung pada sistem-sistem dunia yang fana.
Kesimpulan
Anda tidak benar-benar kehilangan apa pun jika Anda masih memiliki Allah. Tertipu adalah bagian dari perjalanan spiritual yang sudah dirancang dengan sangat presisi di Lauhul Mahfudz untuk membentuk Anda menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih bertauhid.


Posting Komentar