Nyaris Disapa Maut di Meja Operasi, Hidup untuk Negeri: "Perpanjangan Tugas" Ilahi Gus Teguh Anantawikrama
Nyaris Disapa Maut di Meja Operasi, Hidup untuk Negeri: "Perpanjangan Tugas" Ilahi Gus Teguh Anantawikrama
Pernahkah Anda berdiri di ambang pintu kematian, menatap kegelapan, lalu tiba-tiba ditarik kembali oleh tangan yang tak terlihat? Bagi Gus Teguh Anantawikrama, pengalaman itu bukan sekadar drama medis, melainkan sebuah "Kontrak Baru" dengan Sang Pencipta.
Detik-Detik Menatap Ujung Usia
Beberapa waktu lalu, di sebuah ruang operasi yang dingin, Gus Teguh harus berhadapan dengan prosedur medis yang sangat berisiko. Secara logika manusiawi dan perhitungan medis, ia sadar betul bahwa probabilitas untuk kembali membuka mata sangatlah kecil. Di titik kritis itu, ia tidak lagi bicara soal jabatan atau harta. Ia telah sampai pada tahap berserah total—sebuah kepasrahan yang dalam tradisi spiritual disebut sebagai fana.
Namun, takdir berkata lain. Saat anestesi perlahan menghilang dan napasnya kembali teratur, Gus Teguh menyadari satu hal: Tuhan belum memanggilnya pulang karena tugasnya di bumi belum usai.
Filosofi "Perpanjangan Tugas"
Bagi Gus Teguh, keberhasilannya melewati maut bukanlah sekadar keberuntungan medis. Ia memaknainya sebagai Perpanjangan Tugas dari Allah.
"Jika Allah memberi saya napas tambahan, itu berarti hidup ini bukan lagi milik saya. Ini adalah mandat untuk melayani sesama," ungkapnya dalam berbagai kesempatan reflektif.
Prinsip inilah yang mengubah cara pandangnya dalam berkiprah di ruang publik. Hidup setelah "maut" itu kini ia wakafkan sepenuhnya untuk kepentingan yang lebih besar: Tuhan, Rakyat, dan Negara.
Implementasi Pengabdian: Dari Ekonomi hingga Reformasi Birokrasi
Manifestasi dari rasa syukur dan mandat Ilahi tersebut terlihat nyata dalam deretan tanggung jawab strategis yang ia emban saat ini. Beliau tidak melihat jabatan sebagai fasilitas, melainkan sebagai instrumen ibadah:
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia: Di sini, Gus Teguh berjuang memastikan roda ekonomi nasional bergerak inklusif, menciptakan peluang bagi pengusaha lokal, dan memperkuat kedaulatan ekonomi bangsa.
Penasihat Menteri PAN-RB: Dalam ruang lingkup birokrasi, ia memberikan masukan strategis demi terciptanya pelayanan publik yang lebih bersih, efisien, dan melayani—sebuah upaya memperbaiki "wajah" negara di mata rakyatnya.
Pengabdian Sosial-Spiritual: Di luar jabatan formal, ia tetap menjadi sosok "Gus" yang mengayomi, menjembatani dialog antarumat, dan menyebarkan pesan perdamaian.
Sebuah Pesan untuk Kita Semua
Kisah Gus Teguh Anantawikrama adalah pengingat bahwa setiap napas yang kita hirup adalah sebuah amanah. Beliau mengajarkan bahwa saat kita sudah "selesai" dengan urusan diri sendiri, maka satu-satunya jalan yang tersisa adalah menjadi manfaat bagi orang lain.
Kini, setiap kebijakan yang ia kawal dan setiap nasihat yang ia berikan, senantiasa berlandaskan pada satu spirit: Melayani Rakyat adalah Cara Terindah Mencintai Tuhan.


Posting Komentar