Begitu Hormatnya Arab Saudi Dan Jepang Pada Muhammad Natsir
*Kisah yang Tak Pernah Tercatat: Warisan Sunyi Mohammad Natsir
Resensi Buku “Kisah Pak Natsir yang Tidak Diceritakan dalam Sejarah” karya Agus M. Maksum*
Ada lembar sejarah bangsa yang tak pernah masuk buku teks, tapi berdenyut dalam ingatan orang-orang yang menjaganya dengan cinta dan keyakinan.
Salah satunya adalah kisah Mohammad Natsir — ulama, negarawan, dan pendiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) — yang dalam kesederhanaannya pernah menjadi penentu arah sejarah dunia.
Itulah kisah yang diangkat dengan penuh ketulusan oleh Agus M. Maksum dalam buku “Kisah Pak Natsir yang Tidak Diceritakan dalam Sejarah.”
Buku ini bukan sekadar biografi tokoh, melainkan rekonstruksi moral dan spiritual tentang makna kepemimpinan yang ikhlas dan tanpa pamrih.
📜 *Sepucuk Surat yang Mengubah Dunia*
Tahun 1973, dunia dikejutkan oleh embargo minyak yang dilakukan Raja Faisal dari Arab Saudi terhadap negara-negara Barat.
Di tengah krisis itu, Jepang — yang ekonominya bergantung penuh pada minyak Timur Tengah — nyaris lumpuh total.
Lalu datanglah saran dari seorang tokoh tua yang masih dihormati: “Pergilah ke Indonesia. Temui Mohammad Natsir.”
Diplomat muda Jepang bernama Nakajima-san pun berangkat ke Jakarta, menemui Natsir yang kala itu sudah tidak lagi memegang jabatan, hidup sederhana di rumahnya yang tenang.
Pertemuan mereka singkat, tanpa upacara.
Natsir hanya menulis sepucuk surat dalam bahasa Arab, lalu menyerahkannya kepada Nakajima dengan pesan:
“Sampaikan ini kepada Raja Faisal.”
Surat itu tidak disalin. Tidak ada duplikat. Tidak ada publikasi.
Namun beberapa hari kemudian, Raja Faisal mencabut embargo minyak untuk Jepang — dengan satu syarat: pengiriman harus melalui Indonesia, sebagai bentuk penghormatan kepada Natsir.
Bertahun-tahun kemudian, Hamada-san, diplomat senior Jepang yang bersahabat dengan penulis, berkata:
“Bagi kami, wafatnya Mohammad Natsir lebih dahsyat dari jatuhnya bom atom di Hiroshima. Karena bom atom membunuh tubuh...dst yang intinya M.Natsir pergi melebihi kesedihan kala ditimpa Hiroshima
💡 *Antara Fakta, Kesaksian, dan Keteladanan*
Agus M. Maksum menulis dengan hati seorang murid yang menunaikan amanah sejarah.
Ia menggabungkan kesaksian para saksi hidup seperti Hamada-san, Zulkarnain Barmansjah, dan Ir. Dedi Nandra, serta dokumen lama dari Majalah Media Dakwah (edisi Maret 1993) yang memuat wawancara dengan Nakajima-san sendiri.
Semua bukti itu disusun dalam narasi yang tidak berpretensi akademis, tapi kuat secara moral.
Natsir digambarkan bukan hanya sebagai tokoh politik, melainkan seorang manusia yang menjaga kehormatan amalnya dari sorotan dunia.
Ketika Jepang ingin memberinya penghargaan, Natsir hanya berkata:
“Segala amal cukup Allah yang menilai.”


Posting Komentar