FSA-PII (Forum Simpatisan Dan Alumni Pelajar Islam Indonesia) Dukung Khofifah Menangkan Pilgub
FSA-PII (Forum Simpatisan Dan Alumni Pelajar Islam Indonesia) Dukung Khofifah Menangkan Pilgub.
Diluar KB-PII dan FAPII (Forum Alumni Pelajar Islam Indonesia) nya Agus Jabo. Muncul FSA-PII atau kepanjangan dari Forum Simpatisan Dan Alumni Pelajar Islam Indonesia (FSA-PII).
FSA-PII digagas oleh sejumlah Pihak
Diantaranya Teguh Anantawikrama
Gus Teguh sapaan akrab Teguh Anantawikrama menyebut spirit PII hadir dalam perjuangan di berbagai Pilkada termasuk di Jawa Timur dengan pemimpin cendikia muslim sesuai karakter PII.
"Kami sangat ingin keluarga besar PII, kader, alumni maupun sebatas simpatisan PII memilih Khofifah di Pilgub Jatim nanti"tegas Teguh Anantawikrama, Dewan Pembina FSA-PII (Forum Simpatisan dan Alumni Pelajar Islam Indonesia)
Beda FSA-PII Dengan KB-PII
Dan FAPII
Sebuah tulisan tentang FAPII perlu di evaluasi. Berikut tulisannya :
FAPII dan Perjuangan di Sudut-sudut Hitam Putih Kehidupan Bangsa
JAKARTA – Forum Alumni Pelajar Islam Indonesia (FAPII) adalah salah satu wadah berhimpun para alumni PII yang memiliki kesadaran kolektif tentang keislaman dan keindonesiaan serta ke-PII-an sebagai alat perjuangan.
Ini semua dibangun melalui memori historis pergerakan yang masih tertanam hingga sekarang. Para aktivis FAPII yang sudah melek tentang kritik sosial sudah pasti jiwa dan nalar kritis mereka tidak akan diam melihat sebagian warga Alumni PII berhenti melangkah dalam gerakan nyata.
Siapa pun alumni yang sudah ber-PII, tentu sangat disayangkan jika hanya aktif dalam gerakan nostalgia pada masa lalu, dan dengan sengaja tidak melihat fakta dan realita tantangan keumatan kekinian.
Memakai istilah Kanda Jamaluddin Malik, paradigma perang dingin masih dipakai hingga sekarang, padahal model serta strategi perang pun sudah berubah. Yakni dari perang konvensional ke perang asimetris.
Dari kegelisahan terhadap kondisi kekinian itu, FAPII kemudian bermetamorfosis menjadi kelompok creative minority, seperti dijelaskan oleh Toynbee dalam bukunya A Study of history, bahwa kemampuan masyarakat untuk tetap bertahan itu dimotori oleh sekelompok kecil orang yang secara kreatif menggagas dan mengaplikasikan ide dan solusi-solusi baru untuk menghadapi tantangan yang ada.
FAPII pun digulirkan melalui beberapa fase titik konsolidasi gagasan dari kafe ke kafe, sebagai ciri khas Alumni PII yang masih merawat tradisi dinamika kelompok. Budaya ini tumbuh sejak ditraining dalam organisasi PII dan pasca-berPII pun tradisi dialektika ini terus dikembangkan, hingga tercetuslah sebuah gerakan pencerahan yang dilembagakan bernama “Forum Alumni Pelajar Islam Indonesia”
Perjuangan di Sudut-sudut
Alumni PII terkadang mengalami pengalaman kebatinan dalam urusan gerakan bawah tanah yang tidak dijangkau oleh liputan media.
Hal ini juga punya pengaruh historis, yang dalam buku Djayadi Hanan “Gerakan Pelajar Islam di bawah bayang-bayang Negara ” disebutkan bahwa para alumni PII mengambil peran di ruang-ruang yang yang kadang tidak nampak oleh publik.
Alumni PII juga hadir komunitas-komunitas dengan aneka layar belakang dan status sosial. Ada beberapa alumni PII yang memilih gerakan kebudayaan, dan ada juga yang masuk gerakan advokasi sosial. Hal ini sampai berdampak pada stigmatisasi ideologi kiri ke beberapa Alumni oleh keluarga besar PII itu sendiri.
Mereka rela menjadi asing di rumah sendiri, tapi yang terpenting keyakinan tauhid sosial mereka tidak akan luntur, lantaran memilih jalan perjuangan yang berbeda dengan garis normatif.
Tapi percayalah, para alumni lebih memilih pada wilayah yang masih relevan dengan basis ideologis PII, yakni perjuangan Izzatul wal muslimin, yaitu perjuangan syariat Islam semata.
Hitam Putih Kehidupan Bangsa
Carut marutnya kondisi sosial bangsa memicu para alumni PII untuk bereaksi dan memberontak karena mereka sudah terbiasa merdeka berfikir, dan selalu kritis di setiap analisa sosial.
Ketika ada peristiwa yang membawa perubahan tatanan kebangsaan, maka dipastikan menuntut para alumni PII untuk menyelam ke dalam, hingga ada yang memilih gerakan normatif sesuai dengan ciri PII yang Islamis banget. Seperti terus melakukan gerakan kampanye melawan PKI, melawan hal-hal yang di luar syariat Islam.
Di lain sisi, ada juga alumni PII yang mengambil jalan ekstrem dengan mengadvokasi kaum mustadafin atau wong cilik. Hal ini senada dengan konsep Ali Syariati tentang ideologi kaum intelektual, bahwa kita harus mengambil peran sebagai seorang Rausanfikr yaitu seorang pemikir tercerahkan yang mengikuti ideologinya secara sadar.
Sosok Rausanfikr ini akan memimpin gerakan progresif dalam sejarah, dan menyadarkan ummat terhadap kenyataan kehidupan.
Dari semangat sebagai agen pencerahan, para alumni yang menurut sebagian kelompok adalah gerakan kiri kiriman. Inilah yang menyebabkan terjadi saling serang stigma antara Alumni PII Semangka dan Alumni PII yang berkiblat pada gerakan normatif yang tidak mau mengambil wilayah dakwah padahal terlalu jauh dari arus utama PII itu sendiri.
KESIMPULAN
Penulis menyimpulkan FAPII dapat meramu dua poros tradisi gerakan di kalangan Alumni PII yang konservatif (Alumni PII masih mengagungkan masa lalu kejayaan PII dan Ummat Islam) serta poros yang tetap kritis terhadap perjalanan PII dan realisasi.
misinya di dunia kekinian, serta tetap menjadikan Islam sebagai nilai dasar untuk terus berinovasi dan berinisiatif dalam merespon setiap persoalan sosial tanpa berdiam diri dan bernostalgia tetang kebesaran masa lalu Islam Itu sendiri.
Semoga FAPII tetap menjadi madrasah dan rumah perjuangan bagi para alumni PII yang tidak pernah surut giroh jihad sosial nya untuk membangun Indonesia,
Sekian!
Oleh : Iradat Ismail
Aktivis FAPII dan Direktur Jaringan Advokasi Publik Indonesia (JAPI)
Posting Komentar